Sudahkan Kita Memaafkan ?
Saya
pergi kesebuah majlis, disana seorang Ustad menyampaikan kisah nyata yang
terjadi di zaman pemerintahan khalifah Umar Bin Khatab. Di kota Madinah seorang
pemuda berpakaian lusuh datang dari sebuah kampung untuk menyelesaikan suatu
urusan di kota tersebut. Dalam perjalanannya dia mengendarai seekor unta,
karena perjalanannya yang cukup jauh, ia pun merasa kelelahan dan memutuskan
untuk beristirahat sejenak, tak lupa ia mengikatkan untanya agar tidak
kemana-mana. Saking lelahnya ia pun tertidur dan saat terbangun, pemuda itu tak
melihat untanya yang tadi ia ikat. Lalu si pemuda itupun akhirnya mencari
untanya kemana-kemari.
Setelah
beberapa lama, ia melihat untanya di sebuah kebun. Ternyata si unta pergi kesebuah kebun lalu mengacak-ngacak
kebun tersebut. Si pemilik kebun pun marah kesal pada si unta, maka unta
tersebut di bunuh oleh si pemilik kebun. Si pemuda yang datang dari kampung pun
tak terima untanya dibunuh begitu saja oleh si pemilik kebun, karena tanpa unta tersebut ia akan susah
untuk menyelesaikan urusan kampunya.
Akhirnya
terjadilah pertengkaran yang luar biasa antara si pemuda dengan sang pemilik
kebun. Karena tak bisa mengendalikan emosi yang penuh kesal, si pemuda akhirnya
membunuh si pemilik kebun.
Anak
dari si pemilik kebun tidak ikhlas melihat bapaknya dibunuh oleh pemuda
berpakaian lusuh tersebut, maka si anak pemilik kebun atau ahli waris dari
pemilik kebun melaporkan hal ini pada Khalifah Amirul Muminin Umar bin Khatab.
“Wahai amirul Muminin, saya
tidak ikhlas, tidak ridho bapak saya dibunuh oleh dia, saya ingin diapun
dihukum mati atas perilakunya”. Ucap si ahli waris
“Apakah benar wahai pemuda ?”
tanya Umar Bin Khatab pada pemuda tersebut.
“Benar wahai Umar” jawab
pemuda itu dengan jujur.
Khalifah Umar Bin Khatab
tidak semerta-merta langsung menghukum si pemuda, melainkan menanyakan terlebih
dahulu, alasan ia membunuh bapaknya ahli waris.
“Wahai pemuda, mengapa kau
membunuh bapak dari mereka ini?”
Lalu diceriakanlah yang sebenarnya terjadi, termasuk maksud
kedatangannya ke kota Madinah ini. dilihat si pemuda ini tampak sholeh, Umar
hendak akan menolong pemuda tersebut. Maka bertanyalah Umar pada si ahli waris.
“wahai ahli waris, bagaimana
kalau hukumannya diganti dengan membayar diat”.
Diat adalah sebuah denda
yang harus di bayar sesuai dengan kesepakatan bersama. Namun si ahli waris
tetap ingin hokum qosos diberikan pada pemuda yang telah membunuh bapaknya
tersebut.
“Tidak bisa wahai amirul
muminin, nyawa harus dibayar dengan nyawa lagi, saya tidak rela bapak saya
dibunuh.” Ucap si ahli waris.
Mendengar
jawaban si ahli waris, Khalifah umar bin khatab yang awalnya ingin membayarkan
diat si pemuda tadi akhirnya tidak bisa menolongnya. Maka dijatuhkanlah hukuman
mati pada si pemuda tersebut.
“Bagaimana wahai pemuda,
apakah kau bersedia ?”
“Wahai Amirul muminin, saya
bersedia dihukum mati, namun beri saya waktu 3 hari untuk menyelesaikan amanat
yang dititipkan kepada saya dari kampung, karena saya tidak mau meninggalkan
amanat yang belum terselesaikan.” Minta si pemuda pada khalifah.
“Tidak bisa wahai khalifah,
bagaimana bila si pemuda tersebut kabur ? siapa yang akan menjamin bila dia tak
akan melarikan diri” timbal si ahli waris.
Maka berdirilah Ustman Bin
Affan, dan berkata “aku yang akan menjadi penjamin atas pemuda ini”
Karena
Ustman bersedia menjadi penjamin dari
pemuda tersebut, maka diberilah waktu selama 3 hari agar si pemuda bisa
menyelesaikan urusan dari kampungnya tersebut, dengan syarat ia harus memberi
kabar kepada khalifah beserta si ahli waris setiap harinya. Hukuman mati akan
dilaksanakan 3 hari kedepan bada Ashar. Maka, si pemuda itupun menyanggupinya.
Dihari pertama, si pemuda tak mengabari khalifah umar dan
si ahli waris.
“ya Khalifah, di hari
pertama saja dia tak datang mengabari. Bagaimana bila ia kabur ?” omel si ahli
waris.
“Tunggulah sampai besok”
jawab Umar bin Khatab.
Dihari kedua pun, si pemuda tak datang mengabari. Semakin resahlah
si ahli waris, takut-takut si pemuda kabur dan tak kembali. Khalifah Umar dan
Ustman pun sedikit risau, bila si pemuda tak kembali dan mengingkari janjinya. Sudah
lewat tengah hari, pemuda itu tak kunjung datang juga. Sampai pada Ashar si
pemuda belum kelihatan. Namun dekat-dekat dengan waktu hukuman akan
dilaksanakan, datanglah si pemuda berbaju lusuh itu dengan berlari cepat dan bercucuran
keringat serta nafas yang ngos-ngosan.
“Maafkan saya, urusan kampung
saya baru selesai barusan, dan setelah urusan tersebut selesai saya segera
kesini” ucap si pemuda.
“kenapa kau datang wahai
pemuda, padahal kau bisa saja pergi kabur ?” tanya Umar Bin Khatab.
“Saya adalah orang islam,
dan saya tidak ingin umat islam dipandang sebagai orang yang suka ingkar janji,
untuk itu sekarang saya bersedia untuk dihukum mati.”
Perlengkapan
untuk pengukuman sudah di sediakan, dan ketika akan dibunuh mati, tiba-tiab si
ahli waris mengangkat tangannya. Maka, Khalifah Umar pun bertanya “ada apa lagi
wahai ahli waris, tadi kau tak sabar menunggu si pemuda ingin di hukum mati,
tapi sekarang kau malah mengangkat tangan, ada apa ?”
“Wahai Khalifah dan hadirin
sekalian, saya memaafkan pemuda itu, tanpa diat sepeserpun” ucap si ahli waris
dengan tegas.
“kenapa kau melakukan ini
wahai ahli waris ?” tanya khalifah
“Karena saya yang juga
sebagai umat islam, tidak ingin umat islam dianggap sebagai orang yang
pendendam.”
Oleh karena itu, akhirnya si pemuda tersebut dibebaskan,
dan mereka saling meminta maaf.
Selesai
Sungguh
luar biasa, ketika saya mendengar kisah ini disebuah majlis talim. Kisah yang
membuat saya tercengang, kisah nyata di zaman Khalifah Umar Bin Khattab. Islam
mengajarkan kita untuk saling memaafkan satu dengan yang lainnya. Karena lebih
sulit memaafkan dibanding meminta maaf. Si ahli warispun mampu memaafkan pemuda
yang telah membunuh bapaknya, oleh karena itu pula sepatutnya kita hilangkan
dendam dalam diri kita dan memaafkan segala kesalahan orang lain terhadap kita,
dan tidak pula kita lupa untuk meminta maaf kepada yang lain. Semoga kisah ini
memberikan inspirasi kepada kita sebagai umat muslim wa muslimah.
Maka, berbanggalah kita
sebagai seorang Muslim wa Muslimah.
#I’MPROUDBEMUSLIM
#I’MPROUDBEMSLIMAH
#ALUMNIAL-MUHAJIRIN
Komentar
Posting Komentar